KesultananKacirebonan adalah berdiri pada tahun 1808 sebagai hasil perundingan keluarga besar kesultanan Kanoman dikarenakan telah bertahtanya Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin yang merupakan adik dari Pangeran Raja Kanoman (putera tertua Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Muhammad Chaerudin), hasil dari perundingan besar
Salahsatunya bisa dibuktikan dengan adanya Makam Keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe'i atau yang lebih dikenal dengan julukan Pangeran Atas Angin yang berada di Kampung Keramat Wali RT01/RW07 Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Cirebonadalah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, meninggal pada tahun 1447 Masehi digantikan oleh Pangeran Walangsungsang sebagai Kuwu Carbon yang kedua bergelar Pangeran Cakrabuana. Atas petunjuk Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah.
RatuWinahon dinikahi oleh Pangeran Atas Angin, yaitu seorang Pangeran yang berasal dari negeri atas angin, negeri ini menurut sebagian orang disebut sebagai Minangkabau namun sebagiannya lagi menyebutnya Jambi.
Sehinggarnereka beranggapan (sebagaimana yang sering terbaca dalam Babad Cirebon), bahwa Pangeran Walangsungsang itu, diusir dari keraton Pakuan Pajajaran, akibat konflik agama dengan ayahnya. Sementara itu, Ki Gedeng Tapa, kakeknya Pangeran Walangsungsang yang menjadi penguasa wilayah Singapore (Cirebon), telah memukimkan seorang Guru Agama Islam mazhab Syafi'i: Syekh Datuk Kahfi.
PANGERANATAS ANGIN Yang lebih dikenal masyarakat dengan nama mandi angin berada di desa karangmulya , majasem kota cirebon .Merupakan tempat persinggahan se
Sementaradi sisi lain Pangeran Wangsakerta yang sebelumnya menjadi Penguasa Cirebon juga tetap dijadikan penguasa Cirebon meskipun tanpa Istana, Pangeran Wangsakerta diberikan wilayah kekuasaan yang terpisah dari kedua saudaranya, selain itu Pangeran Wangsakerta juga dipercaya sebagai asisten Pangeran Sepuh. Cirebon dalam pengaruh dan perlindungan Banten tidak lama, sebab selepas itu Banten digoyang perebutan tahta, Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan oleh anaknya Sultan Haji melalui bantuan
oS0BHuk. Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi berputra - Pangeran Walangsungsang lahir 1423 - Lara Santang lahir 1426 - Raja Sangara lahir 1428 - Sanghiyang Surawisesa - Sang Surasowan A. Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman pendiri kerajaan Islam pertama di Tatar Sunda yang bernama Nagara Agung Pakungwati Cirebon. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Indang Geulis, putri Ki Gedeng Danuwarsih, memiliki anak yaitu 1. Nyai Pakungwati b. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Riris atau Nyai Kancanalarang, putri Ki Danusela atau Ki Gedeng Alang-alang memiliki anak yaitu 2. Pangeran Cerbon atau Pangeran Carbon yang lahir tahun 1454. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Rasajati, putri Maolana Ibrahim Akbar atau Syekh Maulana Jatiswara dari Campa memiliki anak yaitu 3. Nyai Laraskonda 4. Nyai Lara Sajati 5. Nyai Jatimerta 6. Nyai Jamaras 7. Nyai Mertasinga 8. Nyai Cempa 9. Nyai Rasamalasih B. Lara Santang atau Syarifah Mudaim menikah dengan Maolana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah dari Mesir, memiliki anak yaitu 1. Syarif Hidayatullah 2. Syarif Nurullah C. Raja Sangara atau Haji Mansur menikah dengan Nyai Kalimah atau Nyai Gedeng Kalisapu dari Campa. D. Sanghiyang Surawisesa melanjutkan tahta Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran hingga wafatnya pada tahun 1535 M. Prabu Sanghiyang Surawisesa ini yang membuat Prasasti Batutulis Bogor. Putranya yaitu 1. Prabu Ratu Dewata, wafat tahun 1543 M. E. Sang Surasowan, menjadi Bupati Banten Pesisir, memiliki anak yaitu 1. Sang Arya Surajaya, mewarisi tahta Banten Pesisir. 2. Nyai Kawung Anten, menikah dengan Syarif Hidayatullah. I. Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati dilahirkan di Mekah pada tahun 1448. Pada tahun 1470 tiba di Cirebon dan menjadi Sinuhun Cirebon ke- II menggantikan uaknya Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1479. Wafat pada tahun 1568 pada usia 120 tahun. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Babadan wafat tahun 1477 putri Ki Gedeng Babadan yang dinikahi pada tahun 1471, anaknya meninggal saat masih kecil. b. Dari istrinya yang bernama Nyai Kawung Anten yang dinikahi pada tahun 1475, memiliki anak Ratu Winaon lahir tahun 1477 yang nantinya bersuamikan Pangeran Atas Angin atau Pangeran Raja Laut. Pangeran Sebakingkin atau Maulana Hasanuddin lahir tahun 1478 yang nantinya menjadi penguasa Banten pada tahun 1522. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Pakungwati putri Pangeran Cakrabuwana, uaknya, yang dinikahi pada tahun 1478 tidak diketahui berputra. d. Dari istrinya yang bernama Ong Tien wafat tahun 1488, putri Tionghoa yang dinikahi pada tahun 1481 memiliki seorang putra yang meninggal ketika baru lahir di Luragung e. Dari istrinya yang bernama Syarifah Baghdad, adik Maolana Abdurrahman Bagdadi atau dikenal sebagai Pangeran Panjunan, mempunyai anak yaitu Pangeran Jayakelana lahir tahun 1486 dan wafat tahun 1516 yang nantinya menikah dengan Ratu Pembayun putri Raden Patah. Ratu Pembayun setelah Pangeran Jayakelana wafat menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Gung Anom atau Pangeran Bratakelana atau Pangeran Sedang Lautan lahir tahun 1488 dan wafat tahun 1513 di laut Gebang yang nantinya menikah dengan Ratu Nyawa putri Raden Patah. f. Dari istrinya yang bernama Nyai Tepasari, putri Ki Gedeng Tepasan dari Majapahit, memiliki anak yaitu Nyai Ratu Ayu lahir tahun 1493 yang nantinya menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua, dan setelah Pangeran Sabrang Lor wafat, menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Mohammad Arifin atau Pangeran Pasarean lahir tahun 1495 dan wafat tahun 1552 di Demak yang menikah dengan Ratu Nyawa, janda kakaknya, Pangeran Gung Anom atau Pangeran Sedang Lautan. g. Dari istrinya yang bernama Nyai Gedeng Sembung atau Nyai Ageng Sampang atau Nyai Gede Kancingan, tidak diketahui memiliki anak. h. Dari istrinya yang bernama Nyi Mas Rarakerta, putri Ki Gedeng Jatimerta memiliki anak yaitu Bung Cikal Nyai Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sabrang Lor pada tahun 1511, namun Pangeran Sabrang Lor wafat pada tahun 1521 dengan tidak berputra. Kemudian Ratu Ayu bersuamikan Ki Fadhillah pada tahun 1524. Dari perkawinan ini Ratu Ayu memiliki anak yaitu Ratu Wanawati Raras yang lahir tahun 1525 Pangeran Pasarean menjadi Dipati Cirebon I pada tahun 1528 atas nama ayahnya ketika Syarif Hidayat sedang berkeliling Tatar Sunda menyebarkan agama Islam. Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Nyawa, putri Raden Patah, janda dari Pangeran Gung Anom dan memiliki anak yaitu Pangeran Kesatriyan yang lahir tahun 1516. Pangeran Losari yang lahir tahun 1518. Pangeran Sawarga atau Pangeran Sindang Kempeng yang lahir tahun 1521 dan wafat tahun 1556. Nyai Ratu Emas yang lahir tahun 1523. Pangeran Santana Panjunan yang lahir tahun 1525. Pangeran Weruju atau Pangeran Suryanagara yang lahir tahun 1550. Pangeran Sawarga bin Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Wanawati Raras binti Fadhillah, memiliki anak yaitu Ratu Ayu Sakluh yang lahir tahun 1545. Pangeran Emas atau bergelar Panembahan Ratu yang lahir tahun 1547 dan wafat tahun 1649. Pangeran Manis yang lahir tahun 1548. Pangeran Wirasuta yang lahir tahun 1550. Panembahan Ratu atau Pangeran Emas dua kali menikah. a. Dari Ratu Harisbaya tidak memiliki anak, dicerai kemudian Ratu Harisbaya menikah dengan Pangeran Geusan ulun dari Sumedang. b. Dari Ratu Lampok Angroros, putri Sultan Pajang Jaka Tingkir pada tahun 1571, memiliki anak yaitu Pangeran Seda Blimbing yang lahir tahun 1571. Pangeran Arya Kidul yang lahir tahun 1572. Pangeran Wiranagara yang lahir tahun 1573. Ratu Emas yang lahir tahun 1575. Pangeran Sedang Gayam yang lahir tahun 1578. Pangeran Singawani yang lahir tahun 1581. Pangeran Sedang Gayam menjadi Dipati Cirebon II dan menikah dengan seorang putri Mataram, memiliki anak yaitu; Ratu Putri Raden Putra dan bergelar Panembahan Girilaya yang lahir tahun 1601 dan wafat di Girilaya pada tahun 1662. Panembahan Girilaya memiliki dua istri. a. Dari istri pertamanya putri Amangkurat I dari Mataram memiliki anak yaitu Pangeran Martawijaya yang menjadi Sultan Sepuh I dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarim Syamsuddin. Pangeran Kartawijaya yang menjadi Sultan Anom I dengan gelar Sultan Anom Abil Makarim Badriddin. Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cirebon I atau Panembahan Agung, disebut juga Panembahan Gusti. b. Dari istri kedua memiliki anak yaitu; Panembahan Katimang Pangeran Raja Giyanti.
Cirebon, – Makam Pangeran P Suryanegara adalah salah satu situs yang berada di Kota Cirebon. Di sekitar area pemakaman banyak sekali pohon besar yang diperkirakan berumur ratusan tahun. Di situs tersebut P. Suryanegara dengan istirnya Nyai Ambet Kasih dimakamkan. Situs makam P. Suryanegara sendiri berada di Kampung Wanacala, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Menurut Raden Lili Alida, juru pelihara situs makam Pengeran Suryanegara, sebelum tahun 1973 makam P. suryanegara tersebut masih terbuka pada umumnya. “Dulu sebelum tahun 1973, saat ayah saya masih menjabat sebagai juru kuncinya. Karena ada usulan dari sesepuh yang dari Mertasinga, bahwa akan ada donatur yang akan membangun cungkup bangunan seperti ini,” ucap Raden Lili seraya menunjuk bangunan tersebut, Senin 18/20/2021. Diceritakan, P. Suryanegara adalah Putra Sultan Sepuh ke-4 yaitu Sultan Amir Sena. Pangeran Suryanegara juga adalah satu tokoh penyiar agama Islam sekaligus tokoh penentang kekuasaan kolonial Belanda di tanah Cirebon. “Karena Pangeran Suryanegara tidak tega melihat masyarakat ditindas oleh Belanda. Pajaknya dinaikkan. Semuanya ditindas oleh Belanda, beliau tidak terima. Makanya beliau menggalang santri se-wilayah Cirebon dari Buntet sampe Ciwaringin, berperang melawan Belanda dari tahun 1802 sampai 1819, selama 17 tahun beliau sebagai panglima dan berperang melawan Belanda,” kata Raden Lili. Raden Lili menjelaskan, pada awalnya P. Suryanegara dimakamkan di Gunung Sembung, Desa Astana, Gunungjati. Pemindahan jasad dilakukan karena adanya keberatan pihak Keraton Kasepuhan jika tokoh tersebut dimakamkan di tempat itu. Keberatan pihak keraton ini terkait dengan penentangannya atas kekuasaan Belanda. Khususnya campur tangan Belanda dalam kehidupan keraton. “Karena beliau ini orang sakti dan termasuk sesepuh yang ada di Gunungjati, setelah bermunajat kepada Allah, Pangeran Suryanegara akhirnya dimakamkan dengan syarat tanah dan pohon yang sama seperti di Gunungjati. Nah, di tempat inilah Wanacala ditemukan tanah dan pohon yang sama,” pungkasnya.***Muhammad
Pangeran Pasarean yang mempunyai nama asli Pangeran Muhamad Arifin dalam sejarah Cirebon disebut sebagai salah satu anak Sunan Gunung Jati yang cukup ternama, beliau merupakan anak Sunan Gunung Jati dari Rara Tepasan, Putri dari kerajaan Majapahit. Rara Tepasan merupakan satu-satunya wanita Jawa yang dinikahi oleh Sunan Gunung Jati, selain itu Rara Tepasan juga dikisahkan sebagai wanita yang paling cerdas dalam tata kelola keraton, mengingat Rara Tepasan merupakan Putri dari Ki Ageng Tepasan yang dahulu dididik di Istana Kerajaan Majapahit, oleh karena itu ia sangat akrab dengan tata kelola keraton. Baca Juga Rara Tepasan, Istri Sunan Gunang Jati Yang Mengubah Adat-Istiadat Sunda Dalam Keraton Cirebon Pangeran Pasarean merupakan anak bungsu dari Rara Tepasan, ia mempunyai kakak perempuan yang bernama Ratu Ayu Wanguran. Kakak perempuana satu-satunya itu kelak menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, atau Pati Unus yang kemudian menjabat sebagai Sultan Demak ke II. Selama hidupnya, Pangeran Pasarean pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Dewi anak dari Ki Arya Kedung Soka, dan menikah dengan Ratu Nyawa, anak Pangeran Trenggono, Sultan Demak ke tiga. Dengan Ratu Dewi Pangeran Pasarean tidak dikaruni anak, akan tetapi pernikahannya dengan Ratu Nyawa dikaruniai 6 orang anak, yaitu Pangeran Kasatrian Pangeran Panembahan Losari Pangeran Sedang Kemuning/Swarga Berjuluk Dipati Carbon I Ratu Bagus Ratu Mas Tuban Pangeran Raju Dalam sejarah Cirebon, Pangeran Pasarean merupakan putra mahkota, ia diangkat menjadi putra mahkota setelah kakak tirinya Pangeran Bratakelana yang kala itu menjabat sebagai Putra Mahkota wafat dibunuh oleh perompak ditengah laut. Baca Juga Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati Yang Wafat Tragis Ratu Nyawa sendiri pada mulanya merupakan istri kakaknya, akan tetapi selepas kewafatan kakanya, ia diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati untuk mengawini janda kakaknya, tujuannya agar hubungan antara Cirebon dan Demak terus terjalin dengan direncanakan akan dijadikan Sultan Cirebon pengganti Sunan Gunung Jati, tapi rupanya Pangeran Pasarean wafat mendahului ayahnya, beliau wafat karena sakit di Demak. Sementara dalam versi lain beliau wafat terbunuh oleh Arya Penangsang karena membela Sunan Prawoto. Latar belakang tragedi terbunuhnya Pangeran Pasarean, diawali terbunuhnya Sultan Trenggono, oleh bocah pengiringnya, ketika mengadakan penyerangan ke Pasuruan. Kemudian, terjadilah huru hara di kalangan kerabat keraton Kesultanan Demak. Calon pengganti Sultan Trenggono adalah puteranya, Sunan Prawoto. Kekosongan tahta Demak, dimanfaatkan oleh Arya Penangsang, Bupati Jipang, putera Pangeran Sekar putera Raden Patah. Pangeran Sekar, adalah tokoh yang dibunuh oleh Sunan Prawoto, untuk memperlancar kenaikan tahta ayahnya, Sultan Trenggono. Atas restu gurunya, Sunan Kudus, Jipang menyerang Demak, dan Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang. Pangeran Hadiri suami Ratu Kalinyamat, adiknya Prawoto, tewas pula. Pada saat peristiwa itu terjadi, putera mahkota Cirebon, Muhammad Arifin Pangeran Pasarean, sedang berada di Demak, ia pun tewas di tangan Arya Penangsang, karena berupaya membela Prawoto. Peristiwa itu sangat melukai hati Susuhunan Jati Cirebon. Sebelum menikah dengan janda kakanya, Pangeran Pasarean mulanya ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati sebagai penjaga tapal batas Kesultanan Cirebon dengan Rajagaluh, akan tetapi selepas kematian kakaknya Pangeran Pasarean kemudian pindah ke Demak untuk mengabdi disana hingga kewafatannya. Baca Juga Keturunan Sunan Gunung Jati Dari Istri-IstrinyaPenulis Bung FeiEditor Sejarah Cirebon
Menggali Potensi Wisata Religi di Bandung Barat Oleh Adhyatnika Geusan Ulun “Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi ini perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya.” Bandung Barat adalah kabupaten yang relatif berusia muda. Daerah otonom hasil pemekaran Kab. Bandung tersebut diresmikan pada 12 januari 2007. Daerah yang cukup kaya dengan sejumlah potensi yang dimilikinya; mulai dari keadaan alam, jumlah penduduk, objek wisata, hingga institusi pendidikan yang tersebar di seluruh wilayahnya. Hal tersebut menjadikan kabupaten muda ini sangat berpeluang menjadi daerah yang unggul dalam segala bidang. Salah satu primadona Kab. Bandung Barat KBB adalah sektor pariwisata. Saat ini tercatat 159 situs bersejarah tersebar di 16 kecamatan. Sebanyak 17 situs di antaranya didaftarkan menjadi cagar budaya nasional. Sementara itu, baru satu situs yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, yaitu Observatorium Bosscha di Lembang. Melihat hal ini, objek wisata di daerah ini cukup lengkap. Mulai dari wisata alam seperti; Tangkuban Perahu, Gunung B[urangrang, Curug Maribaya, Taman Begonia, Taman Hutan Jayagiri Lembang, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Curug Omas, Curug Cimahi, Curug Malela, Situ Ciburuy, Stone Garden, Gua Pawon, Gua Sanghyang Tikoro, Lembah Curugan Gunung Putri, Waduk Cirata, Waduk Saguling, Sēndang Geulis Kahuripan, Pasir Keraton, Tutugan Burangrang. Kemudian wisata sejarah; Observatorium Bosscha, Makam Karl Adolf Bosscha. Belum lagi ada wisata keluarga dan kuliner, yakni Kampung Gajah Wonderland, Pusat Tanaman Cihideung, Dusun Bambu Lembang, Ciwangun Indah Camp, Terminal Wisata Grafika Cikole, Floating Market Lembang, Farm House Lembang, De’Ranch Lembang, dan Kota Baru Parahyangan. Adalah wisata religi yang tidak boleh diabaikan, dan patut diperhitungkan oleh Pemerintah KBB, mengingat penduduknya yang religius dan mayoritas suku Sunda yang identik dengan Islam. Sebenarnya cukup banyak potensi yang bisa digali dan dikembangkan menjadi wisata unggulan disamping objek di atas. Daerah yang banyak dihuni oleh para ulama dan santri ini memiliki sejumlah situs sejarah jejak-jejak peninggalan para penyebar agama Islam. Sebut saja Makam Embah Dalem Jagat Sakti dan Eyang Dipatiukur di Cipatat, Makam Eyang Keraton Ciawitali di Cikalongwetan. Makam Sembah Dalem Ibrahim di Ciraden Cihampelas, Makam Mama Ilyas Cibitung, Makam Keramat Salem di Desa Tenjolaut, Makam Keramat Dayeuh Luhur di Desa Puteran, Makam Keramat Bale Kambang di Komplek Perkebunan Gunung Susuruh, dan Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei atau Pangeran Raja Atas Angin di Cipongkor. Menarik untuk dikaji tentang situs sejarah yang berada di Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kab. Bandung Barat, yakni Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei. Pemakaman seluas 2,5 hektar ini, menyimpan jejak-jejak sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Priangan, khususnya Bandung dan sekitarnya. Sebuah pohon besar, yang akarnya menyembul ke permukaan makam, menambah istimewanya area ini. Adalah Syaikh Maulana Muhammad Syafei, seorang penyebar agama Islam keturunan langsung Sultan Ageng Tirtayasa, atau keturunan kesembilan Syaikh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Tokoh ini merupakan pelopor syiar Islam di sejumlah wilayah Jawa Barat; mulai dari Cisewu, Garut, hingga Surade, Sukabumi. Kedatangannya tidak terlepas dari misi dakwah yang diembannya sebagai seorang Waliyullah. Ditemani oleh dua panglimanya, yakni Eyang Jaga Raksa dan Eyang Jaga Wadana, Sang Wali berdakwah ke pelosok daerah. Dalam syiarnya di daerah Cijenuk, dibantu oleh sang istri, Nyimas Rangga Wuluh, dan kedua anak perempuannya, yakni Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan, Syaikh Maulana mendirikan sebuah pesantren. Pesantren sederhana namun kerap dikunjungi para santri dari berbagai daerah. Keempat tokoh tersebut sangat berperan dalam berkembangnya Islam. Dari sinilah keturunan Syaikh Maulana banyak mendirikan pesantren di berbagai tempat. Semasa hidupnya, Syaikh Maulana Muhammad Syafei dikenal memiliki banyak karomah. Salah satu karomahnya adalah dapat berada di banyak tempat dalam satu waktu. Menurut penuturan para orang tua di Cijenuk yang diimami salat zhuhur oleh Sang Wali, sama halnya dengan daerah lain yang juga diimami salat Syaikh. Inilah yang kemudian membuat masyarakat menjulukinya sebagai Pangeran Raja Atas Angin. Gelar Pangeran Raja dikarenakan Syaikh turunan Kesultanan Cirebon, sementara Atas Angin dikarena dapat berpindah tempat dalam satu waktu. Kembali ke situs di atas. Setiap hari terdapat 100-200 peziarah datang. Pada malam Jumat Kliwon bisa mencapai peziarah. Bahkan pada 12-17 Rabiulawal, saat haul Sang Wali, jumlah peziarah mencapai puncaknya. Dalam se-minggu bisa mencapai 10 ribu peziarah datang dari berbagai daerah, termasuk dari pelosok Nusantara, seperti Batam, Aceh, Padang, Gorontalo dan bahkan Malaysia. Selain mendoakan Syaik Maulana, juga mengambil hikmah perjuangan syiarnya, sambil merasakan tenteramnya pemakaman di daerah yang masih hening, jauh dari kebisingan kota. Kegiatan yang dilakukan biasanya berzikir, bertawasul kepada Baginda Rasul, dan istigotsah yang dipandu oleh penjaga kunci makam. Para pecinta Sang Wali bersimpuh di kompleks pemakaman yang juga termasuk anak pertamanya, Raden Muhammad Kamaludin, dengan tembok setinggi 1,3 meteran. Di sebelah Barat berdiri gerbang berwarna putih. Sementara, di bagian timur terdapat dua bangunan majelis, berhadapan langsung dengan makam yang masing-masing berukuran 18 x 9 meter. Bangunan tersebut diperuntukkan bagi peziarah perempuan, dan 15 x 9 meter untuk laki-laki. Selain itu terdapat Masjid Al-Karomah, yang dibangun pada tahun 2000-an. Umumnya para peziarah datang berkelompok dengan kendaraan roda dua dan empat. Tidak sedikit juga perorangan. Melihat animo peziarah yang terus bertambah setiap waktu, belum didukung infrastruktur yang memadai. Jalan belum cukup dilalui oleh kendaraan ukuran besar. Masjid yang ada, juga tidak mampu menampung jamaah yang membludak pada saat haul. Keterbatasan dana pemeliharaan yang selama ini diambil dari sedekah peziarah dan uang pribadi pengelola sangat berimbas pada keasrian komplek. Butuh perhatian dinas terkait agar semua permasalahan di atas dapat diatasi. Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi ini perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya. Akhirnya, semoga hal ini segera ditindaklanjuti pihak berwenang. Gigihnya Syaikh Maulana Muhammad Syafei dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah, haruslah dijawab oleh setiap anak bangsa dengan lebih semangat melestarikannya. Jika Pangeran Raja dapat berada di berbagai tempat dalam satu waktu, maka generasi berikutnya harus mampu berada dalam berbagai keadaan dalam satu tujuan. Melestarikan dan meneruskan perjuangan mulia Sang Wali.*** Narasumber Ii Prawirasuganda Ketua Komite SMPN 1 Cipongkor, Kuncen dan keturunan ke-9 Pangeran Raja Atas Angin, Bangsawan Penyebar Agama Islam Profil Penulis Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Ig.adhyatnika geusan ulun Total Views 0
Ratu Winahon adalah salah satu putri Sunan Gunung Jati yang lahir dari Nyimas Kawunganten, istri kedua Sunan Gunung Jati. Ratu Winahon menurut Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari lahir pada tahun 1477. Beliau juga merupakan adik dari Pangeran Sebakingkin Maulana Hasanudin Sultan Banten pertama. Ibu Ratu Winahon merupakan anak dari Sang Surosowan, sementara Sang Surosowan sendiri adalah orang yang dikemudian hari menjabat sebagai Pucukumun Banten, beliau juga merupakan putra Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja dengan Kentring Manik Mayang Sunda. Selainn itu, Sang Surosowan juga merupakan adik Sang Surawisesa Raja Pajajaran kedua pengganti Prabu Sang Surosowan wafat, kedudukan Pucukumun Banten digantikan oleh anak laki-lakinya yang bernama Sang Suranggana, sementara anak perempuannya yaitu Nyimas Kawunganten dikemudian hari dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah pada tahun 1475. Baik ayah maupun ibu Ratu Winahon adalah sama-sama cucu Prabu Siliwangi, akan tetapi lahir dari beda ibu karena Sunan Gunung Jati lahir dari Nyimas Rara Santang, yaitu putri Prabu Siliwangi yang lahir dari Nyimas Subang Larang. Baca Juga Cucu Prabu Siliwangi dan Kentring Manik Mayang SundaRatu Winahon dinikahi oleh Pangeran Atas Angin, yaitu seorang Pangeran yang berasal dari negeri atas angin, negeri ini menurut sebagian orang disebut sebagai Minangkabau namun sebagiannya lagi menyebutnya Atas Angin berdasarkan catatan Rabithah Alawiyah nama aslinya Sayyid Abdurrahman, Ratu Winahon setelah menikah dengan Pangeran Atas Angin berganti nama menjadi Syarifah Khadijah. Dari perkawinannya dengan Pangeran Atas Angin, Ratu Winahon menurut sumber tersebut juga dikisahkan melahirkan lima orang keturunan, yaituAbdullahSulaimanAhmad Tuan Idrus DarussalamMuhammad Tuanku Di Pulau, danFatimahMeskipun Ratu Winahon dikisahkan tinggal di negeri atas angin Pulau Sumatra, makam beliau dijumpai di Jawa Timur tepatnya di Desa Swadesi, Bangil, Kab Pasuruan. Makam Syarifah Khadijah, PasuruanMasyarakat setempat secara turun temurun menyebut makam tersebut merupakan makam Syarifah Khadijah binti Sunan Gunung Jati, masyarakat setempat juga mengenalnya dengan nama makam Ratu Ayu binti Sunan Gunung Jati. Baca Juga Kronologi Pernikahan Sunan Gunung Jati
pangeran atas angin cirebon